Selasa, 17 September 2013

Mengenang Tragedi Heysel (Liverpool vs Juventus)


Tragedi Heysel terjadi pada tanggal 29 Mei 1985 di mana pada saat itu tengah terjadi pertandingan antara Liverpool dan Juventus di Piala Champions (saat ini Liga Champions). Peristiwa ini merupakan sejarah buram persepak bolaan Inggris pada tahun itu, karena saat itu klub-klub Inggris sedang jaya-jayanya. Karena peristiwa ini pula tim-tim dari Inggris dilarang bermain di tingkat internasional selama 5 tahun lamanya. Ketika membicarakan pertemuan antara Liverpool dan Juventus di atas lapangan hijau, tentunya tidak akan lepas dari memori kelam itu. Ini adalah salah satu tragedi terburuk yang pernah terjadi dalam sepakbola Eropa.


Petang hari itu sejatinya sangat dinanti oleh pendukung kedua kesebelasan. Mereka bersukacita mendatangi Stadion Heysel, Brussel, Belgia, guna menyaksikan klub kesayangan berlaga pada partai puncak Piala Champions. Kondisi Stadion Heysel, saat itu sudah berusia lebih dari separuh abad, banyak fasilitas kurang layak juga dituding sebagai salah satu yang memperburuk peristiwa itu. Selain tidak terawat, beberapa bagian stadion terbuat dari bahan ringkih. Para pendukung yang tidak kebagian tiket bisa menjebol tembok terbuat dari batako berlubang. Direktur Liverpool, Peter Robinson sudah mengeluhkan buruknya keadaan stadion itu dengan melapor kepada UEFA. Robinson mendesak UEFA, agar pertandingan dilangsungkan di Stadion Camp Nou atau Santiago Bernabeau. Tetapi, sarannya tidak digubris dan UEFA berkeras menyelenggarakan partai final di Stadion Heysel.

KRONOLOGIS KEJADIAN
Saat tiba hari pertandingan, Stadion disesaki 50 hingga 60 ribu suporter dari kedua kesebelasan. Walau tempat duduk sudah dipisah, tetap saja para hooligan Inggris merangsek mendekati kubu lawan. Suasana saat itu sudah sangat panas karena kedua kubu saling menyanyikan lagu mars kebanggaan sembari mengibarkan bendera kesebelasan kebanggaan. Pun saling mencemooh antarsuporter. Rupanya para hooligans, julukan bagi suporter sepakbola asal Inggris, menaruh dendam kepada pendukung asal Italia karena pada 1984 saat laga Liverpool melawan A.S. Roma, mereka diserang sebelum dan setelah pertandingan.


Pukul tujuh malam, tepat satu jam sebelum pertandingan, keributan pecah. Para pendukung Liverpool menjebol pagar pemisah sehingga banyak dari suporter Juventus tertiban. Mereka mencoba menyelamatkan diri tetapi tidak sempat. Tidak terjadi perlawanan karena yang berada di bagian tersebut bukanlah kelompok Ultras. Pendukung Juventus pun berusaha menjauh namun kemudian sebuah tragedi terjadi. Dinding pembatas di sektor tersebut roboh karena tidak kuasa menahan beban dari orang-orang yang terus beruhasa merangsek dan melompati pagar. Ratusan orang tertimpa dinding yang berjatuhan.


Tanpa ampun para hooligan itu menyerang lawan dengan berbagai benda. Kursi penonton, tembok tribun yang dipecahkan melayang ke arah para penggemar Juventus. Suporter Juventus yang lain berusaha melakukan balasan, namun usaha mereka dihalangi pihak kepolisian. Yang terjadi justru bentrok antara aparat kemananan itu dan suporter Juventus. Hampir dua jam kejadian bentrok ini berlangsung. Akibat peristiwa ini sebanyak 39 orang meninggal dunia, 32 suporter Juventus, 4 orang warga negara Belgia, 2 orang Perancis serta seorang Irlandia dan 600 lebih lainnya luka-luka.

 
Meskipun terjadi peristiwa yang mengenaskan dengan jumlah korban yang begitu besar, panitia memutuskan untuk terus melanjutkan pertandingan. Kick off dilakukan setelah kapten kedua kesebelasan meminta penonton untuk tenang. Alasan lain adalah untuk meredam atmosfer kerusuhan yang mulai menyebar. Kedua kesebelasan akhirnya bermain dengan waktu penuh. Laga itu dimenangkan oleh Juventus dengan skor 1-0 dan dicetak Michel Platini setelah mendapat hadiah tendangan 12 pas akibat pelanggaran di kotak penalti oleh Zbigniew Boniek. Beberapa pendukung The Reds kemudian dihukum penjara selama tiga tahun karena dianggap menjadi pemicu tindak kekerasan itu.

Berikut nama-nama 39 korban tewas:
  • Rocco Acerra (29)
  • Bruno Balli (50)
  • Alfons Bos
  • Giancarlo Bruschera (21)
  • Andrea Casula (11)
  • Giovanni Casula (44)
  • Nino Cerrullo (24)
  • Willy Chielens
  • Giuseppina Conti (17)
  • Dirk Daenecky
  • Dionisio Fabbro (51)
  • Jacques François
  • Eugenio Gagliano (35)
  • Francesco Galli (25)
  • Giancarlo Gonnelli (20)
  • Alberto Guarini (21)
  • Giovacchino Landini (50)
  • Roberto Lorentini (31)
  • Barbara Lusci (58)
 
  • Loris Messore (28)
  • Gianni Mastrolaco (20)
  • Sergio Bastino Mazzino (38)
  • Luciano Rocco Papaluca (38)
  • Luigi Pidone (31)
  • Bento Pistolato (50)
  • Patrick Radcliffe
  • Domenico Ragazzi (44)
  • Antonio Ragnanese (29)
  • Claude Robert
  • Mario Ronchi (43)
  • Domenico Russo (28)
  • Tarcisio Salvi (49)
  • Gianfranco Sarto (47)
  • Amedeo Giuseppe Spolaore (55)
  • Mario Spanu (41)
  • Tarcisio Venturin (23)
  • Jean Michel Walla
  • Claudio Zavaroni (28)
Sebuah tugu peringatan Tragedi Heysel didirikan dengan biaya £140,000. Diresmikan tepat 20 tahun setelah kejadian tersebut, 29 Mei 2005. Berbentuk jam matahari, tugu tersebut dihiasi dengan batu-batuan yang berasal dari Italia dan Belgia. Sebuah puisi "Funeral Blues" oleh penyair Inggris W. H. Auden melengkapi simbolisasi kesedihan tiga negara. 39 lampu bersinar untuk setiap korban Heysel. Tugu peringatan ini didesain oleh seniman Perancis Patrick Remoux.


Pada babak perempat final Liga Champion 2005, kedua kesebelasan kembali berhadapan. Belajar dari Tragedi Heysel, pengamanan dilakukan secara ketat. Apalagi laga itu dilangsungkan di stadion kebanggaan The Reds, Anfield.


Sebelum pertandingan dimulai, penggemar Liverpool membentangkan mosaik bertuliskan Amicizia, berarti pertemanan dalam bahasa Indonesia. Sontak, para pendukung Juventus memberikan tepuk tangan meriah melihat hal itu. Sampai pertandingan berakhir, tragedi berdarah itu tidak berulang kembali.

Dikutip dari berbagai sumber


Artikel Lainnya:

1 komentar:

  1. Sebelum pertandingan dimulai, penggemar Liverpool membentangkan mosaik bertuliskan Amicizia, berarti pertemanan dalam bahasa Indonesia. Sontak, para pendukung Juventus memberikan jari tengah gan bukan tepuk tanga

    BalasHapus